KEDIRI - Puluhan jurnalis yang tergabung dalam organisasi profesi wartawan IJTI, AJI dan PWI Kediri Raya melakukan aksi damai menolak keras pasal yang melarang penayangan karya jurnalistik investigasi. Aksi damai diikuti puluhan jurnalis Kediri Raya berlangsung di depan TMP Jalan PK Bangsa Kota Kediri, Jumat (17/5/2024) pukul 09.00 WIB.
Ketiga organisasi profesi wartawan bersatu meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkaji ulang draf revisi Undang-undang (UU) tentang Penyiaran terhadap sejumlah pasal yang dinilai berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan bila perlu dicabut.
Danu Sukendro Ketua AJI Kediri Raya menyampaikan bahwa ada banyak pasal-pasal yang digunakan awalnya itu di KUHP Undang-undang nomor 1 Tahun 2023 itu yang membelenggu kebebasan berpendapat.
Kemudian adanya revisi Undang-undang ITE yang mana menunjukkan adanya sebuah regulasi memberangus kebebasan berpendapat.
Baca juga:
Satgas PEN Polri Lakukan Pengawasan di Jatim
|
"Adanya Undang-undang penyiaran ini ada banyak hal yang sangat membatasi investigasi. Kewenangan penanganan sengketa jurnalistik penyiaran itu juga menjadi pembatasan tidak hanya bertentangan Undang-undang pers, " ucapnya.
Menurutnya bahwa Undang-undang pers sendiri tidak ada larangan sensor terhadap karya jurnalistik. Tapi juga melanggar hak asasi manusia karena kita jurnalis bekerja untuk memenuhi hak masyarakat tahu. Yang tercantum dalam Undang-undang 1945 nomor 18 F dimana masyarakat berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Dengan adanya pembatasan itu, ini menjadi catatan merah atau rapot merah bagi DPR jika itu digolkan. Apakah kita akan melanjutkan Undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-undang pers dan bertentangan demokrasi.
"Kami mendesak kepada DPR supaya pasal-pasal yang bermasalah dan membungkam kebebasan pers untuk dicabut, " tegas Danu Sukendro.
Roma Juliandri Ketua IJTI Kediri Raya mengatakan dengan mengelar aksi damai ini adalah kita meminta kepada Komisi I DPR RI supaya meninjau kembali kemudian mengkaji ulang bahkan bila perlu mencabut.
"Ada beberapa konsen yang ditemukan dalam rancangan Undang-undang ke penyiaran yang pasalnya disusupkan, tetapi konsen kami adalah satu bahwa media sangat tidak setuju jika media misalnya dilarang untuk melakukan investigasi, " ucap Roma.
Perlu kita ketahui bersama bahwa investigasi itu adalah merupakan mahkota daripada jurnalis. Lanjut Roma bahwa investigasi merupakan mahkota daripada media. Kita tidak berbicara pada anggaran, memang investigasi memerlukan anggaran yang besar, tetapi jika hasil itu bisa dicapai produk jurnalistik tersebut itu merupakan suatu karya yang menjadi mahkota.
Dan tentunya hal ini tidak bisa dibungkam begitu saja, apalagi kita ketahui bersama bahwa di dalam produk jurnalistik kita mengenal namanya strike news, hard news, indepnews dan investigasi news.
"Dari tataran yang kita sebutkan saja investigasi news menduduki peringkat yang paling atas, sehingga itu merupakan suatu mahkota ketika siapapun jurnalis yang mampu memproduksi hal tersebut. Apa jadinya jika misalnya rancangan Undang-undang tersebut ternyata disetujui dan ini akan mempengaruhi kebebasan pers dan kemerdekaan pers, " tegas Roma.
Dilanjutkan Ketua PWI Kediri Raya Bambang Iswahyoedi bahwa masyarakat tahu dan paham bahwa jurnalis ini pro rakyat dan pro masyarakat yang ingin mengetahui informasi dengan baik sesuai data-data yang jelas.
"Kalau investigasi ini dibungkam atau diberangus secara otomatis hasil karya jurnalistik tidak ada artinya. Untuk itu kita melakukan aksi damai ini agar masyarakat tahu bahwa kita membela rakyat sesuai pilar keempat demokrasi, " pungkas Bambang Iswahyoedi.